Wednesday, May 29, 2013

PENGERTIAN SABAR

makalah tentang sabar
oleh : Guntur Hasby


Sabar berasal dari kata “صبر  -  يصبر yang artinya menahan. Dan menurut istilah para ulama anta lain :
¤     Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
 “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah”
Dari pendapat di atass dapat ditarik kesimpulan bahwa sabar adalah “menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya”.
Itulah pengertian sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
MACAM-MACAM SABAR
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
1.      ‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT
Menahan diri kita agar tetap istiqomah dalam menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah bagian dari perintah Allah SWT. Kita harus tetap sabar menjalankan itu semua, karena Allah telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang menjalankan perintah-Nya dengan baik sesuai syariat yang telah Allah SWT turunkan. Mulai dari shalat, zakat, puasa, dakwah, dan lain-lain. Itu semua harus kita jalani dengan sabar.
2.      Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah SWT
Tenar sekali salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Raja Dangdut H.Rhoma Irama dimana ada sebagian liriknya yang berbunyi “mengapa semua yang asik-asik, itu diharamkan? mengapa semua yang enak-enak itu dilarang?” karena semua itu adalah memang godaan setan yang merayu kita dengan kenikmatan-kenikmatan dunyawi. Semua kenikmatan itu hanya semua, karena jalan yang ditunjukan oleh setan itu tidaklah berakhir kecuali di neraka. Dan kita sebagi umat Islam harus bersabar dari apa yang dilarang oleh Allah SWT. Yakinlah bahwa semua larangan itu pasti ada maksudnya. Tidaklah Allah SWT melarang kita untuk berbuat dosa, kecuali dalam dosa itu pasti ada sebuah kerugian yang akan didapat jika kita melakukannya.
3.      Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah SWT
Jika ada salah satu dari kita ditakdirkan dengan kondisi fisik yang kurang, maka kita juga harus tetap bersabar. Karena bersabar dengan ketentuan Allah SWT merupakan salah satu dari macam sabar. Dan balasan lain dari sabar kita itu adalah surga. Rasulallah SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT berfirman “Jika hambaku diuji dengan kedua matanya dan dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya dengan surga” (HR. Bukhori).
Semoga Allah SWT menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar dalam menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan dari apa yang telah ditakdirkan-Nya. Dan kita harus tetap melatih sifat sabar ini dalam kehidupan kita sehingga nantinya kita akan dapat menyikapi semua aspek hidup ini dengan sabar.
Sabar menahan cobaan memang bukan hal yang mudah, tapi itu juga bukan sebuah hal yang mustahil. Kedudukan orang-orang yang sabar di mata Allah SWT sangat tinggi. Kita bisa mengambil pelajaran dari sauri tauldan kita Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah seorang penyabar, dikisahkan setelah Rasulullah wafat – Abu bakar RA mendatangi seorang pengemis Yahudi buta dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai mnyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, “Siapakah kamu?” Abubakar RA menjawab, “Aku orang yang biasa datang”. “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,”jawab si pengemis buta itu. “Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya, setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri”. Abubakar tidak dapat menahan airmatanya, ia menangis sambil berkata dengan pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar RA ia pun menangis dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidah pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia”. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyhadat dihadapan Abubakar RA.
Siapa yang tidak terketuk hatinya dengan kisah ini. Kita bisa melihat dari kisah diatas bagaimana Rasullah SAW begitu sabarnya dalam berdakwah dan menghadapi pengemis Yahudi itu. Walaupun Beliau disakiti dengan hinaan, fitnah, dll. Tapi Beliau tetap menunjukan kemulian akhlaknya. Dan kita sebagai umat Islam dan pengikutnya, jelaslah harus mengikuti akhlak Beliau. Dan Allah SWT juga telah memrintahkan kepada kita untuk sabar di dalam firman-Nya “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,” (QS. Al-Baqarah:45). Dalam ayat ini kata “Sabar” digandengkan dengan “shalat”, dan kita mengetahui bahwa shalat itu hukumnya wajib. Dan jika ada dua kata perintah dalam satu konteks ini maka dalam hal ini sabar juga merupakan suatu hal yang wajib. Allah SWT mewajibkan kita bersabar dalam ayat ini.
Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.”
Sahabat Indonesia yang kualitas hatinya menentukan kualitas rejekinya, berikut adalah resume dari acara Mario Teguh Golden Ways MetroTV, edisi 22 Agustus 2010, dengan Topik “Sabar Sampai Kapan?“. Kesabaran adalah masalah hati tetapi solusi kesabaran dapat ditemukan dalam jalan2 yang terang. Dalam bahasan ini kita akan mempelajari bagaimana membangun kesabaran yang tidak lagi bertentangan dengan rasa hormat kepada diri kita; tetapi melalui cara pandang yang logis, sehingga kita menjadi pribadi yang sabar karena tujuannya jelas.
Kesabaran bukanlah sebuah sifat tetapi sebuah keputusan karena pengertian yang baik,  sebetulnya tidak ada orang yang punya sifat sabar.
Kesabaran adalah pengertian yang dibutuhkan untuk bersikap baik, selama menunggu hasil dari upaya kita. Pengertiannya karena upaya itu membutuhkan waktu untuk baik, membutuhkan do’a untuk dijawab, maka kita bersabar.
Bahwa dalam membangun kesabaran ada yang harus ditunggu, dan yang paling sering berhasil dalam proses menunggu adalah yang sibuk. Maka sibuk-lah dalam menunggu, karena semua orang sedang menunggu, dan yang paling akhir adalah menunggu kematian.Maka jadilah pribadi yang sibuk dalam menunggu supaya hasil yang didapat sesuai.Kesabaran ini tidak akan lengkap tanpa definisi berikutnya. Dalam menghadapi sebuah kesulitan, menjadikan yang tadinya sulit menjadi mudah.Contoh sederhana, jika ada rotan dan ada akar yang lebih dahulu dipakai tentunya rotan, tetapi jika tidak ada rotan maka akarlah yang dipakai.Ingatlah janji Tuhan “Bersama setiap kesulitan, datang kemudahan”, tetapi kita manusiawi sekali untuk hanya memperhatikan kesulitan.Sehingga orang yang ramah terhadap kehidupan melihat kehidupan ini seharusnya mudah, karena tidak ada niatan Tuhan menyulitkan Kita.Jadi kalau ada kesulitan itu kita seharusnya senang, karena bersamanya ada kemudahan hanya saja kita belum lihat. Jadi kalau datang sebuah kesulitan segera palingkan wajah anda untuk melihat kemudahannya.Jadi kalau kita ikhlas, Tuhan itu memberikan kita kesulitan supaya hidup kita mudah.Setiap orang pasti menginginkan sesuatu, tetapi belum tentu setiap orang berkeinginan besar dan mempunyai rencana besar; karena banyak sekali orang tidak tahu mau jadi apa.Tuhan memiliki rencana bagi setiap jiwa dan setan sangat bersemangat menggagalkan jiwa muda yang dilahirkan dengan rencana besar. Untuk itu  setan meniupkan rasa malas ke hati anda sehingga anda gemar menunda dan ahli mengatakan tidak mungkin. Lalu bersahabat dan bergaul dengan sesama pemalas.Berapa banyak orang tua yang seharusnya sekarnag menjadi pejabat tinggi, pemuka masyarakat, yang berpengaruh tetapi memboroskan waktu hidupnya semasa muda dan sekarang menyesal. Dan berapa banyak anak muda yang meniru cara yang sama, sekarang.Semakin buruknya masalah yang mengganggu anda, menunjukan semakin besarnya rencana Tuhan bagi anda. Semakin anda direncanakan jadi orang besar, maka semakin besar pula kekuatan setan untuk menganggu anda.Pada dasarnya semua orang pemalas, tetapi yang bisa berhasil adalah yang tetap bekerja walaupun dia malas.Tidak boleh kita memaksakan sesuatu yang harusnya terjadi karena proses yang panjang dan baik, sekarang. Kita marah tentang kehidupan, karena kita minta yang seharusnya dicapai dengan proses yang baik, tetapi hasilnya sekarang. Orang yang tidak punya pilihan harus bersabar kepada satu2nya pilihan. Kalau anda tidak suka dengan satu pilihan, jadilah pribadi yang pilihannya banyak.Orang berabar itu harus cerdik, bukan masalah sifat tetapi masalah keputusan tentang pengertian yang baik.Ada yang dinamakan istilah Jangkar Prilaku, jadi semua pengertian yang baru kita terima seyogyanya segera ditransfer dalam bentuk tindakan.Orang yang pengetiannya dalam bentuk tindakan tidak lagi harus menghafal. Sehingga pikirannya terbuka luas bagi pengertian-pengertian baru.Orang yang kurang bertindak, kapasitas pikirannya cepat habis, orang yang banyak betindak dan menjadikan pengetian sebagai prilaku kesehariannya, ia tidak lagi banyak berfikir.Orang yang menjadikan do’a-do’anya sebagai prilakunya, tidak banyak lagi dia harus berdo’a karena kehidupannya adalah do’a. Sehingga dia tidak lagi melafalkan do’a secara formal tetapi berharapan besar untuk bisa membantu orang yang kekurangan, maka langsung diberikan kesempatan untuk  berejeki baik, bagi sedekah yang lebih besar.
Jika anda bertemu orang, selalu temukan cara supaya orang itu menyukai dirinya sendiri. Jika anda menemukan cara terhadap orang lain untuk melihat dirinya berdiri dibawah sinar yang lebih terang, anda akan dicintai orang, anda akan dilibatkan dalam pergaulan2 baik, anda akan lebih dicintai istri anda.
Maka mulai dari sekarang, lihatlah setiap orang sebagai target penggembiraan. Dan tanpa sadar kita membangun kekuatan diluar diri kita,untuk membantu kita menjadi pribadi yang gembira.
Kalau anda mengeluh tentang lambannya kehidupan, maka cek yang anda kerjakan. Apakah keinginan anda besar tetapi yang anda lakukan kecil?, Jika jawabannya ‘ya’ maka anda sulit bersabar.
Inginkan yang besar, perhatikan orang lain bagaimana mencapai kebesaran, ikhlaslah rayakan kehebatan orang lain, jangan dengki orang berhasil.
Iri itu bahaya, karena membuat kita dengki orang kaya, padahal tidak semua orang kaya, kaya dengan ketidak-jujuran.
Salah satu cara untuk mengenali diri dan kemudian tubuh adalah mengakui kehebatan orang lain. Dengannya kita lebih ikhlas melihat diri sebagai pribadi yang harus belajar.
Jadi kalau yang kita inginkan besar, maka tertariklah kepada orang2 yang berhasil melakukan hal2 yang besar; lalu tiru-lah dia. Meniru sesuatu sesuatu yang baik, membuat yang lemah dalam kehidupan kita lemah. Sehingga jika kita bersabar, kita bersabar dalam perjalanan naik. Bukan bersabar menyesuaikan diri dengan kelemahan.
Semua keberhasilan terbaik anda datang setelah kekecewaan yang anda hadapi dengan sabar. Jika kita sudah jujur, sudah bekerja keras, sudah patuh sama Tuhan tetapi belum berhasil, tidak ada cara lain kecuali bersabar.
Kita akan bersabar selama kesabaran dibutuhkan, sampai kapanpun tidak ada batasnya.
Tuhan berjanji “Bersama kesulitan ada kemudahan” dan janji itu diulang dua kali. Marilah kita membiasakan diri untuk menerima kesulitan dengan damai, lalu menjernihkan pikiran untuk melihat kemudahan yang datang bersama kesulitan.
Kapanpun kesulitan itu datang kepada anda, upayakanlah untuk mencari hal2 yang sekarang menjadi mudah bagi anda. Lalu perhatikan apa yang terjadi.
Rasulullah saw bersabda,"Demi Allah, saya tidak takut dengan kemiskinan kalian, akan tetapi saya takut jikalau dunia menjadi lapang bagi kalian sebagaimana umat sebelum kalian sehingga mereka saling memperebutkannya."
Gejala inilah yang nampak di tengah-tengah masyarakat kita. Sebuah pola hidup baru bagi sebuah masyarakat agraris. Gotong royong lambat laun pupus oleh egoisme individu yang berkembang. Kejujuran hilang ditutupi dengan kebohongan. Persaudaraan sulit ditemukan kecuali di dalamnya terdapat uang. Kesombongan menggeser sifat lugu, sopan, dan ketawadhuan. Perubahan cara pandang ini selanjutnya mengubah gaya hidup masyarakat.

Akan tetapi, jika masyarakat kita tidak berusaha untuk mencari kekayaan duniawi ini, masyarakat kita akan menjadi masyarakat bawah yang lemah dan mudah diombang-ambingkan. Rasulullah saw bersabda, "Seorang mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah dari pada seorang mukmin yang lemah."  Dengan logika sederhana pun, seseorang pasti akan membenarkan hadits ini. Logika ini membentuk sebuah asumsi, jika umat ini ingin menjadi besar sudah saatnya meninggalkan idealismenya menuju pada hal-hal yang pragmatis. Kita harus membangun rumah sakit, lembaga pendidikan, panti asuhan, dan lembaga-lembaga lain yang memiliki tujuan membantu kehidupan umat. Untuk melaksanakan hal tersebut tidak mungkin terlaksana dengan finansial yang lemah. Beranjak dari pemikiran ini, manakah yang lebih baik antara orang miskin yang sabar dengan orang kaya yang bersyukur? Seorang idealis mungkin akan memilih poin pertama, sebaliknya orang yang pragmatis akan memilih poin yang kedua. Pertanyaan ini terlihat sederhana, tetapi tidak mudah untuk menjawabnya. Bahkan, para ulama telah berselisih pendapat mengenai hal ini. Abu Ishaq bin Syaqilan, Qadhi Abu Ya'la, dan para pengikutnya mengatakan bahwa orang miskin yang bersabar itu lebih baik. Sebaliknya, Ibnu Qutaibah dan jamaahnya berpendapat bahwa orang kaya yang bersyukur lebih baik. Jika kita runut ke belakang, kita akan temukan orang-orang miskin yang sabar, bahkan yang berpredikat nabi sekalipun. Mereka adalah Isa bin Maryam as, Yahya bin Zakaria as, Ali bin Abi Thalib, Abi Dzar Al-Ghifari, Mush'ab bin Umair, dan Salman AI-Farisi. Sedangkan orang-orang kaya yang bersyukur, di antaranya Ibrahim as, Ayub as, Dawud as, Sulaiman as, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah, Zubeir, Sa'ad bin Muadz ra, dan masih banyak lagi. Lalu mana yang paling baik?Kalau kebenaran kita sandarkan hanya kepada akal, jawaban tersebut tidak akan ditemukan. Tetapi jika standar kebenaran adalah Al-Qur`an, jawaban tersebut sangat jelas. Allah SWT berfirman :
يايها الناس انا جلقناكم من ذكر وانثى وجعلنا كم شعوبا وقبائل لتعارفوا ان اكرمكم عند الله اتقاكم ان الله عليم خبير
 "Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian" (QS Al-Hujurat: 13).
Lalu, seperti apa takwa yang diinginkan Islam? Kalau kita kembali runut dalam Al-Qur'an jawabannya akan semakin terlihat. Allah SWT berfirman :
فتقو الله فرضا حسنا يضعفه ويغفر لكم والله شكر حليم
"Maka bertakwalah sesuai kadar kemampuan kalian." (QS At-Taghabun: 16)

Artinya, stressing point dari lafal "takwa" adalah proses, dalam hal ini adalah usaha. Yakni, usaha seorang hamba untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (QS AI-Hasr: 7).

Artinya, kebaikan bukan terletak pada kaya-miskinnya, tetapi lebih pada syukur dan sabarnya. Bertolak dari hal ini maka kita akan temukan golongan ketiga yang sangat sulit untuk dicari pada zaman ini. Golongan ini mendapat dua predikat sekaligus; miskin dan kaya. Karena kesederhanaannya golongan ini terlihat miskin, di sisi lain merupakan golongan orang yang berada dengan pendapatan yang melimpah. Dia adalah Nabi kita Muhammad saw. Wallahu a'lam.
Dalam mukaddimah kitab Al Waabilush Shayyib, Imam Ibnul Qayyim mengulas tiga hal di atas dengan sangat mengagumkan. Beliau mengatakan bahwa kehidupan manusia berputar pada tiga poros: Syukur, Sabar, dan Istighfar. Seseorang takkan lepas dari salah satu dari tiga keadaan:
1- Ia mendapat curahan nikmat yang tak terhingga dari Allah, dan inilah mengharuskannya untuk bersyukur. Syukur memiliki tiga rukun, yang bila ketiganya diamalkan, berarti seorang hamba dianggap telah mewujudkan hakikat syukur tersebut, meski kuantitasnya masih jauh dari ‘cukup’. Ketiga rukun tersebut adalah: a- Mengakui dalam hati bahwa nikmat tersebut dari Allah. b-Mengucapkannya dengan lisan. c-Menggunakan kenikmatan tersebut untuk menggapai ridha Allah, karena Dia-lah yang memberikannya.
Inilah rukun-rukun syukur yang mesti dipenuhi
2- Atau, boleh jadi Allah mengujinya dengan berbagai ujian, dan kewajiban hamba saat itu ialah bersabar. Definisi sabar itu sendiri meliputi tiga hal: a-Menahan hati dari perasaan marah, kesal, dan dongkol terhadap ketentuan Allah. b-Menahan lisan dari berkeluh kesah dan menggerutu akan takdir Allah. c-Menahan anggota badan dari bermaksiat seperti menampar wajah, menyobek pakaian, (atau membanting pintu, piring) dan perbuatan lain yang menunjukkan sikap ‘tidak terima’ thd keputusan Allah.
Perlu kita pahami bahwa Allah menguji hamba-Nya bukan karena Dia ingin membinasakan si hamba, namun untuk mengetes sejauh mana penghambaan kita terhadap-Nya. Kalaulah Allah mewajibkan sejumlah peribadatan (yaitu hal-hal yang menjadikan kita sebagai abdi/budak-nya Allah) saat kita dalam kondisi lapang; maka Allah juga mewajibkan sejumlah peribadatan kala kita dalam kondisi sempit.
Banyak orang yang ringan untuk melakukan peribadatan tipe pertama, karena biasanya hal tersebut selaras dengan keinginannya. Akan tetapi yang lebih penting dan utama adalah peribadatan tipe kedua, yang sering kali tidak selaras dengan keinginan yang bersangkutan.
Ibnul Qayyim lantas mencontohkan bahwa berwudhu di musim panas menggunakan air dingin; mempergauli isteri cantik yang dicintai, memberi nafkah kepada anak-isteri saat banyak duit; adalah ibadah. Demikian pula berwudhu dengan sempurna dengan air dingin di musim dingin dan menafkahi anak-isteri saat kondisi ekonomi terjepit, juga termasuk ibadah; tapi nilainya begitu jauh antara ibadah tipe pertama dengan ibadah tipe kedua. Yang kedua jauh lebih bernilai dibandingkan yang pertama, karena itulah ibadah yang sesungguhnya, yang membuktikan penghambaan seorang hamba kepada Khaliqnya.
Oleh sebab itu, Allah berjanji akan mencukupi hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah,
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
Bukankah Allah-lah yang mencukupi (segala kebutuhan) hamba-Nya?” (QS. Az Zumar: 36).
Tingkat kecukupan tersebut tentulah berbanding lurus dengan tingkat penghambaan masing-masing hamba. Makin tinggi ia memperbudak dirinya demi kesenangan Allah yang konsekuensinya harus mengorbankan kesenangan pribadinya, maka makin tinggi pula kadar pencukupan yang Allah berikan kepadanya. Akibatnya, sang hamba akan senantiasa dicukupi oleh Allah dan termasuk dalam golongan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلًا
(Sesungguhnya, engkau (Iblis) tidak memiliki kekuasaan atas hamba-hamba-Ku, dan cukuplah Rabb-mu (Hai Muhammad) sebagai wakil (penolong)” (QS. Al Isra’: 65).
Hamba-hamba yang dimaksud dalam ayat ini adalah hamba yang mendapatkan pencukupan dari Allah dalam ayat sebelumnya, yaitu mereka yang benar-benar menghambakan dirinya kepada Allah, baik dalam kondisi menyenangkan maupun menyusahkan. Inilah hamba-hamba yang terjaga dari gangguan syaithan, alias syaithan tidak bisa menguasai mereka dan menyeret mereka kepada makarnya, kecuali saat hamba tersebut lengah saja.
Sebab bagaimana pun juga, setiap manusia tidak akan bebas 100% dari gangguan syaithan selama dia adalah manusia. Ia pasti akan termakan bisikan syaithan suatu ketika. Namun bedanya, orang yang benar-benar merealisasikan ‘ubudiyyah (peribadatan) kepada Allah hanya akan terganggu oleh syaithan di saat dirinya lengah saja, yakni saat dirinya tidak bisa menolak gangguan tersebut… saat itulah dia termakan hasutan syaithan dan melakukan pelanggaran.
dengan demikian, ia akan beralih ke kondisi berikutnya:
3- Yaitu begitu ia melakukan dosa, segera lah ia memohon ampun (beristighfar) kepada Allah. Ini merupakan solusi luar biasa saat seorang hamba terjerumus dalam dosa. Bila ia hamba yang bertakwa, ia akan selalu terbayang oleh dosanya, hingga dosa yang dilakukan tadi justeru berdampak positif terhadapnya di kemudian hari. Ibnul Qayyim lantas menukil ucapan Syaikhul Islam Abu Isma’il Al Harawi yang mengatakan bahwa konon para salaf mengatakan: “Seseorang mungkin melakukan suatu dosa, yang karenanya ia masuk Jannah; dan ia mungkin melakukan ketaatan, yang karenanya ia masuk Neraka”. Bagaimana kok begitu? Bila ALlah menghendaki kebaikan atas seseorang, Allah akan menjadikannya terjerumus dalam suatu dosa (padahal sebelumnya ia seorang yang shalih dan gemar beramal shalih). Dosa tersebut akan selalu terbayang di depan matanya, mengusik jiwanya, mengganggu tidurnya dan membuatnya selalu gelisah. Ia takut bahwa semua keshalihannya tadi akan sia-sia karena dosa tersebut, hingga dengan demikian ia menjadi takluk di hadapan Allah, takut kepada-Nya, mengharap rahmat dan maghfirah-Nya, serta bertaubat kepada-Nya. Nah, akibat dosa yang satu tadi, ia terhindar dari penyakit ‘ujub (kagum) terhadap keshalihannya selama ini, yang boleh jadi akan membinasakan dirinya, dan tersebab itulah ia akan masuk Jannah.
Namun sebaliknya orang yang melakukan suatu amalan besar, ia bisa jadi akan celaka akibat amalnya tersebut. Yakni bila ia merasa kagum dengan dirinya yang bisa beramal ‘shalih’ seperti itu. Nah, kekaguman ini akan membatalkan amalnya dan menjadikannya ‘lupa diri’. Maka bila Allah tidak mengujinya dengan suatu dosa yang mendorongnya untuk taubat, niscaya orang ini akan celaka dan masuk Neraka.
Demikian kurang lebih penuturan beliau dalam mukaddimah kitab tadi, semoga kita terinspirasi dengan tulisan yang bersahaja ini.
DALAM sebuah buku yang berjudul “Jihad al-Nafs” karya Ayatullah Mazhahiri (Beirut: Al-Mahijjah Al-Baidha, 1993, hal. 69-70) diceritakan bahwa pada masa Rasulullah SAW, ada seorang istri sholihah yang memiliki anak kecil yang sakit.
Ketika suaminya bekerja di tempat jauh, anaknya itu wafat. Istri itu duduk dan menangisi kepergian anaknya itu. Tiba-tiba ia berhenti menangis dan sadar bahwa sebentar lagi suaminya pulang ke rumah. Ia bergumam, jika saya menangis terus di samping jenazah anakku ini, kehidupan tidak akan dikembalikan kepadanya dan akan melukai perasaan suamiku. Padahal ia pulang dalam keadaan lelah. Ia cepat-cepat meletakkan anaknya yang wafat itu pada suatu tempat.
Datanglah suaminya itu dari tempat kerjanya. Sang istri pun menyambutnya dengan senyum dan penuh kasih sayang. Ia sediakan makanan kesukaannya dan membasuh kaki suaminya itu.
”Mana anak kita yang sakit?” tanya suami. Istrinya menjawab, “Alhamdulillah ia sudah lebih baik.” Sang istri mengajak suaminya untuk tidur hingga terbangun menjelang waktu subuh. Sang suami bangun, mandi, dan shalat sunah. Saat suami akan berangkat ke mesjid untuk shalat shubuh berjamaah, istrinya berkata dengan tenang, “Suamiku aku ingin menyampaikan sesuatu padamu”.
“Silahkan, sebutkan,” kata suaminya. Sang istri pun berkata, “Jika ada yang menitipkan amanat kepada kita, lalu pada saatnya diambil dari kita, bagaimana pendapatmu jika amanat itu kita tahan dan kita tidak mau memberikan kepadanya?”
“Itu perbuatan paling akhlak yang buruk dan bisa disebut khianat dalam beramal. Itu merupakan perbuatan yang sangat tercela. Kita wajib mengembalikan amanat itu kepada pemiliknya bila dminta,” jawab suaminya.
“Sudah tiga tahun, Allah menitipkan amanat kepada kita. Hari kemarin, dengan kehendak-Nya, Allah mengambil amanat itu dari kita. Anak kita sekarang wafat. Ia ada di kamar sebelah. Sekarang berangkatlah engkau dan lakukanlah shalat,” timpah sang Istri.
Suami itu melihat anaknya dan kemudian pergi ke masjid untuk shalat berjamaah di masjid Nabi. Seusai suami itu mengkabarkan kematian anaknya. Nabi Muhammad SAW langsung mendekatinya seraya berkata, “Diberkatilah malam kamu yang tadi itu. Malam ketika suami istri bersabar dalam menghadapi musibah”.
Begitulah seharusnya menyikapi ujian. Yakni dengan bersabar dan tawakal kepada Allah. Namun tidak semua orang bisa memiliki kecerdasan emosional yang tinggi seperti pasangan tersebut.
Arti Sabar
Definisi sabar menurut sufi ternama Dzun-nun Al-Mishri, “Sabar ialah menajuhi perselisihan, bersikap tenang dalam menghadapi cobaan yang menyesakkan hati, dan menampakkan rasa kecukupan ketika ditimpa kesusahan dalam kehidupan”. Sedikit berbeda dengan Ar-Raghib Al-Ashfihani, yang mengatakan bahwa sabar memiliki makna yang berbeda sesuai dengan konteks kejadiannya. Menahan diri saat ditimpa musibah dinamakan shabr (sabar), sedangkan lawan katanya jaza’ (gelisah, cemas, risau), menahan diri dalam peperangan dinamakan syaja’ah (keberanian) dan lawan katanya jubn (pengecut, lari dari peperangan), menahan diri dari kata-kata kasar disebut kitman (diam) dan lawan katanya ihdzar/hadzar (mengecam, marah). Namun secara umum, semua yang berkaitan dengan menahan biasanya dikategorikan sabar.

Keutamaan Sabar
Mengenai sabar, Allah SWT berfirman
يها الذين ءامنوا اصبروا ورابطواواتقواالله لعلكم تفلحونيا
“wahai sekalian orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu sekalian dan teguhkanlah kesabaranmu itu dan tetaplah bersiap siaga” (Q.S. Ali Imran : 200).
Ayat ini memerintahkan untuk bersabar dalam menjalani ketaatan ketika mengalami musibah, menahan diri dari maksiat dengan jalan beribadah dan berjuang melawan kekufuran, serta bersiap siaga penuh untuk berjihad di jalan Allah SWT.Dalam Al-Quran
انما يوفى الصبرون اجهرهم بغير حساب
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas” (Q.S. Az-Zumar:10).
Tentang ayat ini, Sayyidina Ali bin Abu Thalib menerangkan, setiap orang yang mencapai derajat muthi’ (orang yang taat), kelak akan ditimbang amalnya dengan timbangan atau takaran. Berbeda dengan orang yang berderajat shabir (orang yang sabar), mereka ini mengeruk pahala laksana mengeruk debu yang tidak terhitung jumlahnya.
Sungguh luar biasa derajat orang sabar. Selain mendapatkan pahala yang besar, juga dikatakan sebagai bagian dari iman. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Ad-Dailami dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
الصبر نصف الايمان
 “Kesabaran adalah setengah dari iman”.
Begitulah keutamaan dan pentingnya bersabar, termasuk dalam menjalankannya. Insya Allah, setiap kali kita bersabar atas sesuatu yang tidak kita kehendaki dan bersabar atas apa yang belum kita kehendaki, pasti berbuah pahala dan hikmah yang tak ternilai.

tugas bahasa Indonesia